Inilah pertanyaan yang menyelimuti banyak orang Indonesia
menjelang Pilpres ini: siapa yang akan dipilih? Dua calon Capres-Cawapres akan
adu head-to-head karena hanya ada dua pasang calon Presiden dan Wakil Presiden
yang bertarung pada Pilpres 2014. Jokowi dan Jusuf Kalla diusung oleh PDIP,
Nasdem, PKB, dan Hanura, sedangkan Prabowo dan Hatta Rajasa diusung oleh
Gerindra, PAN, PKS, PPP, Golkar, dan PBB. Agaknya format Jawa-Luar Jawa masih
menjadi jurus ampuh untuk memilih pasangan dan menarik pemilih.
Terus terang kedua pasang Capres dan Cawapres ini adalah
pilihan yang kurang bagus, punya plus dan minus. Agak sulit menentukan mana
yang akan dipilih, tetapi pada akhirnya nanti kita harus memilih yang terbaik
dari yang terburuk.
Jokowi memang pemimpin yang tampil sederhana, tetapi bukan
berarti dia tanpa kekurangan. Dia dipersepsikan sebagai pemimpin yang ingkar
janji. Belum selesai menjalankan amanahnya sebagai Walikota Solo, loncat ke
Jakarta, baru dua tahun di sebagai Gubernur Jakarta dia sudah loncat menjadi
Capres. Kinerjanya sebagai Gubernur DKI belum terlihat benar hasilnya, tetapi
dia tinggalkan tanggung jawabnya sebagai gubernur karena tergiur menjadi
Presiden RI. Belum lagi isu Jokowi yang disetir oleh Megawati, seakan-akan
Jokowi adalah presiden boneka. Setidaknya itu yang terekam dalam benak publik
tentang sosok beliau.
Dari pengamatan saya selama ini, CMIIW, banyak kelompok Islam
tidak menyukai Jokowi karena lingkaran orang-orang disekelilingnya. Jokowi
diusung terutama oleh PDIP. Bagi kelompok Islam, PDIP adalah partai yang
dinilai tidak akomodatif terhadap aspirasi ummat Islam karena di partai ini
berkumpul orang-orang berpaham sekuler liberal (sekarang ditambah dengan
kelompok Syiah). Partai ini di parlemen sering menjegal RUU yang berkaitan
dengan kelompok muslim, misalnya RUU Sisdiknas, RUU Pornografi, RUU Jaminan
Produk Halal, RUU Perbankan Syariah, dll. Karena itu kelompok-kelompok Islam
selalu menjaga jarak atau menjauhi PDIP. Untuk sebagian alasan juga dapat
disangkutkan pada partai Nasdem besutan Surya Paloh.
Untunglah kelemahan dan kekurangan Jokowi ini sebenarnya dapat
ditutupi oleh kehadiran Jusuf Kalla. Jusuf Kalla yang berlatar belakang muslim
taat (dia mantan HMI, pengurus DMI, dan juga berlatar belakang NU) dapat
melengkapi Jokowi apabila nanti dia terpilih menjadi Presiden. Jusuf Kala dapat
mengingatkan Jokowi apabila kebijakannya dianggap merugikan kelompok muslim.
Andai saja Capresnya Jusuf Kalla dan wapresnya Jokowi, pasti pasangan ini yang
akan saya pilih. Untuk sementara cukup “amanlah” meninggalkan Jokowi dengan
Jusuf Kalla andai benar mereka yang terpilih nanti.
Namun Jusuf Kalla bukannya tanpa kelemahan. Usianya yang mendekati 70 yang
sudah melewati 70 dianggap sudah terlalu tua menjalankan tugas sebagai Wapres,
khawatir saja kinerjanya tidak maksimal.
Lain Jokowi lain pula masalah dengan Prabowo. Prabowo selalu
dikaitkan dengan isu pelanggaran HAM, yaitu kasus penculikan aktivis pada tahun
1998. Bahkan seolah-olah seluruh peristiwa kerusuhan 1998 selalu ditimpakan
kepadanya. Meskipun kasus itu sendiri masih misteri dan simpang siur, namun
kelompok penolak selalu menggunakan isu ini untuk menghantamnya. Ini sebenarnya
isu basi yang selalu diulang-ulang setiap lima tahun. Anehnya ketika dia
menjadi Cawapres Megawati pada tahun 2009 isu penolakan tidak sekencang hari
ini, dan Megawati pun tidak mempermasalahkannya waktu itu. Wallahu alam, saya
sendiri juga tidak tahu tahu kebenaran apakah memang dia terlibat dengan kasus
penculikan tersebut atau hanya isu. Yang dapat kita ketahui hanyalah
tulisan-tulisan yang menuduhnya sebagai otak pelaku penculikan. Ah, biarlah,
sejarah ditentukan oleh orang-orang yang menuliskannya, dan sejarah ditulis
oleh orang-orang dengan berbagai kepentingan. Meskipun demikian, bagi kelompok
Islam Prabowo dianggap orang yang banyak jasanya pada Islam pasca lengsernya
Pak Harto tahun 1998 itu
80-an.
Hatta Rajasa sebenarnya dapat melengkapi kekurangan Prabowo
dari segi Pemerintahan. Hatta adalah teknokrat yang handal, selain itu dia
berlatar belakang agama yang kuat seperti halnya Jusuf Kalla (dari Muhammadiyah
dan aktivis Masjid Salman ITB). Namun Hatta juga punya titik lemah, yaitu kasus
kecelakaan anaknnya yang terkesan diistimewakan oleh polisi.
Sudah saya paparkan plus minus kedua pasang capres dan
cawapres tersebut. Tidak ada pasangan yang ideal untuk dipilih, namun saya juga
tidak mau golput. Salah satu pasangan pasti saya pilih. Inysa Allah saya
menjatuhkan pilihan pada Prabowo-Hatta untuk saya pilih nanti karena
pertimbangan negara ini membutuhkan pemimpin yang tegas, berani, dan berwibawa.
Indonesia yang besar sudah lama menjadi bulan-bulanan negara asing, tidak
berdaya, dan tidak berdaulat. Bahkan terhadap negara kecil seperti Singapura
saja kita takut. Pada era globalisasi yang kompleks dan penuh tantangan berat
kita butuh pemimpin yang berani mengambil keputusan dengan cepat dan tepat,
tidak seperti Pak Beye yang lembek dan tidak tegas. Apalagi pada tahun depan
kita memasuki era pasar bebas, jika pemimpinnya mencla-mencle, maka bukan
mustahil negara kita menjadi halaman belakang Asia. Jokowi saya lihat tidak
punya keberanian seperti itu. Bagaimana memilih prsiden yang merupakan petugas
partai jika untuk mengambil keputusan nanti dia berada dalam bayang-bayang
Megawati.
Sosok yang tegas, berani, dan berwibawa itu saya lihat ada
pada diri Prabowo. Insya Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar