"Apa dan bagaimana wujud bahasa Indonesia yang baik
dan benar itu?" Pertanyaan itu kerap muncul ketika kita berbicara bahasa
Indonesia di masyarakat.
Dalam kegiatan "Pintu Terbuka Tahun 1984",
yang diselenggarakan oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, muncul
sebuah petanyaan dari seorang pengunjung, "Apa dan bagaimanakah wujud
bahasa Indonesia yang baik dan benar itu?".
1.
Penggunaan Bahasa Indonesia secara baik dan
benar
A. Bahasa
yang Baik
Bahasa Indonesia yang baik adalah bahasa Indonesia yang
digunakan sesuai dengan norma kemasyarakatan yang berlaku. Misalnya, dalam
situasi santai dan akrab, seperti di warung kopi, di pasar, di tempat arisan,
dan di lapangan sepak bola hendaklah digunakan bahasa Indonesia yang santai dan
akrab yang tidak terlalu terikat oleh patokan. Dalam situasi resmi dan formal,
seperti dalam kuliah, dalam seminar, dalam sidang DPR, dan dalam pidato
kenegaraan hendaklah digunakan bahasa Indonesia yang resmi dan formal, yang
selalu memperhatikan norma bahasa
B. Bahasa
yang Benar
Bahasa Indonesia yang benar adalah bahasa Indonesia yang
digunakan sesuai dengan aturan atau kaidah bahas Indoneia yang berlaku. Kaidah
bahasa Indonesia itu meliputi kaidah ejaan, kaidah pembentukan kata, kaidah
penyusunan kalimat, kaidah penyusunan paragraf, dan kaidah penataan penalaran.
Jika kaidah ejaan digunakan dengan cermat, kaidah pembentukan kata ditaati
dengan konsisten, pemakaian bahasa Indonesia dikatakan benar. Sebaliknya, jika
kaidah-kaidah bahasa itu kurang ditaati, pemakaian bahasa tersebut dianggap tidak
benar/tidak baku.
Oleh karena itu, kaidah yang mengatur pemakaian bahasa itu
meliputi kaidah pembentukan kata, pemilihan kata, penyusunan kalimat,
pembentukan paragraf, penataan penalran, serta penerapan ejaan yang
disempurnakan. Kaidah-kaidah itu diungkapkan lebih lanjut pada bagian lain,
dengan dilengkapi contoh yang salah dan contoh yang benar.
C. Bahasa
yang Baik dan Benar
Bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah bahasa Indonesia
yang digunakan sesusai dengan norma kemasyarakatan yan berlaku dan sesuai
dengan kaidah-kaidah bahasa Indonesia.
Jika bahasa diibaratkan pakaian, kita akan menggunakan pakaian
renang pada saat akan berenang di kolam renang sambil membimbing anak-anak
belajar berenang. Akan tetapi, tentu kita akan mengenakan pakaian yang disetrika
rapi, sepatu yang mengkilat, dan seorang laki-laki mungkin akan menambahkan
dasi yang bagus pada saat ia menghadiri suatu pertemuan resmi, pada saat
menghadiri pesta perkawinan rekan sejawat, atau pada saat menghadiri sidang
DPR.
Akan sangat ganjil bukan, jika pakaian yang disetrika, sepatu
mengkilap, dasi, dan sebagainya itu digunakan untuk berenang. Demikian
juga kita akan dinilai sebagai orang yang kurang adab jika menghadiri acara
dengar pendapat di DPR dengan pakaian renang karena di sana ada ketentuan yang
sudah disepakati bahwa siapa pun yang akan menghadiri acara resmi di DPR harus
berpakaian rapi. Barangkali kita masih ingat kasus seorang pengusaha
sukses, yang oleh petugas protokol ditolak menghadiri acara dengar
pendapat di DPR karena pengusaha yang "nyentrik"
itu tidak menggunakan pakian rapi.
Ciri – ciri ragam bahasa baku adalah sebagai berikut :
1. Penggunaan kaidah tata bahasa
normatif. Misalnya dengan penerapan pola kalimat yang baku.
Contoh :” Kami sedang menyaksikan pertandingan itu.”, bukan
“Pertandingan itu kami sedang saksikan.”
2. Penggunaan kata-kata baku.
Contoh : “Seru sekali” dan bukan “Seru banget”, “Tampan” bukan
“Ganteng”.
3. Penggunaan ejaan resmi dalam ragam
tulis (EyD / Ejaan yang Disempurnakan). Bahasa baku harus mengikuti aturan ini.
4. Penggunaan lafal baku dalam ragam
lisan. Belum ada lafal baku yang sudah ditetapkan, tetapi secara umum lafal
baku dapat diartikan sebagai lafal yang bebas dari ciri-ciri lafal dialek
setempat ataupun bahasa daerah. Misalnya: habis, bukan abis ; atap, bukan atep.
5. Penggunaan kalimat secara efektif.
Bahasa baku sebenarnya mengharuskan komunikasi secar efektif : pesan dari
pembicara atau penulis harus diterima oleh pendengar atau pembaca sesuai maksud
yang ingin disampaikan.
Masalah yang harus dihindari dalam pemakaian bahasa baku
antara lain adalah yang disebabkan oleh adanya gejala bahasa seperti
interferensi, integrasi, campur kode, alih kode dan bahasa gaul yang tanpa kita
sadari sering digunakan dalam komunikasi resmi. Hal seperti ini mengakibatkan
bahasa yang digunakan menjadi tidak sesuai dan tidak baik.
Contoh nyata dalam pertanyaan sehari-hari dengan menggunakan
bahasa yang baku:
·
Apakah kamu sudah menyelesaikan tugas yang saya
berikan?
·
Apa yang kamu lakukan saat liburan kemarin?
Contoh ketika dalam dialog seorang dosen dengan mahasiswa
Dosen : Rio, Apakah kamu sudah menyelesaikan tugas yang saya
berikan kemarin?
Rio : Sudah Pak, nanti akan saya
kirim melalui email.
Sebaliknya, bagaimana pendapat Anda jika seorang mahasiswa
(pembicara) bertanya kepada seorang dosen (pendengar) tentang materi kuliah
yang diberikan dosen (objek), pada saat kuliah (waktu), di kampus (tempat),
dalam situasi belajar-mengajar (resmi) sebagai berikiut: "Maaf Mas, gue kepengen
usul, coba jelasin dulu dong garis besar kuliah kita, apa dah sesuai kurikulum
universitas kita?"
Kedua contoh rekaan itu dapat dikatakan tidak tepat. Contoh
pertama sangat menggelikan karena pada situasi santai digunakan bahasa yang
resmi sehingga terasa kaku; kasus kedua juga sangat tidak tepat karena pada
situasi formal digunkan kata-kata dialek dan struktur yang tidak baku (ditetak
miring) sehingga mirip percakapan di warung kopi. Kedua contoh itu tidak baik
dan tidak benar karena bahasa yang digunakan tidak seuai dengan situasi
pemakaian, lagi pula tidak sesuai dengan kaidah bahasa.
Begitu pula dengan pemakaian lafal daerah, seperti lafal
bahasa Jawa, Sunda, Bali, Batak, dan Banjar dalam bahasa Indonesia pada situasi
resmi dan formal sebaiknya dikurangi.
Kata memuaskan diucapkan (memuasken); pendidikan yang
dilafalkan (pendidi'an) bukan lafal bahasa Indonesia. Kata kakak yang
dilafalkan (kakak?); kata mie dilafalkan (me) tidak cocok dengan lafal bahasa
Indonesia.
Pemakaian lafal asing sama saja salahnya dengan pemakaian
lafal daerah. Ada orang yang sudah terbiasa mengucakan kata logis dan sosiologi
menajdi (lohis) dan (sosiolohi). Ada lagi yang melafalkan kata sukses menjadi (sakses);
produk menjadi (prodak); dan sebagainya.
Bahasa indonesia yang baik dan benar merupakan bahasa yang
mudah dipahami dan dimengerti, bentuk bahasa baku yang sah dibuat agar
secara luas masyarakat indonesia dapat berkomunikasi menggunakan bahasa
nasional.
Referensi : http://daudp65.webs.com/bind/bibaik-bnar.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar